Ghost Girl: The True Story of a Child in Peril and The Teacher Who Saved Her.

Torey L. Hayden

Publisher: Avon Books, New York, 1991


******************************************************


Torey Hayden adalah pakar psikologi pendidikan serta guru bagi anak-anak dengan kebutuhan khusus. Buku ini menceritakan salah satu pengalamannya menghadapi seorang anak yang diduga menderita elective mutism, Jadie. Meskipun laporan menunjukkan bahwa di rumah dia berbicara, namun di sekolah, dia tidak pernah mengeluarkan sepatah kata pun. Selian tidak berbicara, dia juga tidak tertawa, menangis, batuk, dan sebagainya, sehingga dia bagaikan sebuah boneka yang terdiam di antara 3 orang temannya.


Torey memiliki 4 orang murid di awal pengajarannya. Jeremiah, berumur delapan tahun. Anak yang hiperaktif, selalu bergerak dan mengganggu teman-temannya, suka berkata-kata kasar, namun pengetahuannya normal (bila dibandingkan dengan anak lain yang satu kelas dengannya). Philip, bocah berumur enam tahun yang masih belum dapat (atau mungkin tidak mau) berbicara dengan jelas, sering menjadi korban ejekan Jeremiah, suka menangis dan kemampuan akademisnya kurang. Reuben, berumur sembilan tahun, tampan, tinggi dan langsing, menderita autisme, namun prestasi akademisnya lumayan. Yang terakhir ialah Jadie, tokoh utama dalam kisah ini. Tokoh yang diduga menderita elective mutism, afasia serta menjadi korban pedophilia. Tokoh fenomenal dalam buku ini yang membuat kita terhanyut dalam kehidupannya yang mengerikan sekaligus menyedihkan.


Pada awalnya semua berjalan dengan biasa-biasa saja. Sama halnya saat Torey melakukan pengajaran di tempat lain. Namun saat-saat menegangkan terjadi saat Torey melihat rekaman cara belajar mengajarnya di kelas dan menemukan sesuatu yang aneh pada rekaman tersebut. Jadie yang selalu membungkuk dan membisu ternyata bisa berdiri tegak dan berbicara. Dia bahkan mengatakan kata-kata yang sepertinya memberikan kode pada seseorang untuk menyelamatkannya. Dan orang itu kemungkinan ialah Torey sendiri. Berbagai cara dilakukan Torey untuk membuat Jadie terbuka padanya. Sampai pada akhirnya terbentuk kesimpulan bahwa orang tua Jadie merupakan pelaku utama di balik kekacauan yang terjadi pada diri Jadie. Pada akhirnya, setelah banyak cara dihalalkan dan setelah menempuh kehidupan yang panjang, Jadie yang sebelumnya suka membungkuk dan tidak mau terbuka pada orang lain berubah menjadi seorang gadis yang pandai, menyelesaikan studinya dengan baik dan tentunya, berdiri tegak.


Kisah yang diceritakan oleh Torey ini nyata dan patut untuk dibaca oleh semua kalangan terutama bagi mereka yang (mungkin) memiliki anak yang menderita autisme. Karena secara langsung maupun tidak langsung, Torey menunjukkan cara-caranya dalam menangani anak autis. Perjuangannya yang besar antara mempercayai Jadie atau mempercayai temannya juga turut menimbulkan pertanyaan besar bagi para pembacanya. Dan melalui cerita ini, tentunya kita jadi berpikiran lebih terbuka terhadap anak yang menderita kebutuhan khusus. Terakhir, saya beri lima bintang untuk kisah nyata yang cukup mengharukan ini.


Berikut merupakan ulasan singkat dari Amazone.com tentang buku ini.


"Jadie never spoke. She never laughed, or cried, or uttered any sound. Despite efforts to reach her, Jadie remained locked in her own troubled world--until one remarkable teacher persuaded her to break her self-imposed silence. Nothing in all of Torey Hayden's experience could have prepared her for the shock of what Jadie her--a story too horrendous for Torey's professional colleagues to acknowledge. Yet a little girl was living in a nightmare, and Torey Hayden responded in the only way she knew how--with courage, compassion, and dedication--demonstrating once again the tremendous power of love and the relilience of the human spirit."

0 notes:

Blogger Templates by Blog Forum